Update 1 Agustus 2022: Pemerintah menunda kenaikan harga Tiket TNK (Pulau Padar dan pulau Komodo) hingga 1 Januari 2023.
Sebelumnya, Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Nusa Tenggara Timur mengumumkan mulai 1 Agustus 2022, setiap pengunjung yang ingin berkunjung ke Pulau Komodo dan Pulau Padar diwajibkan membayar Rp3.750.000. Tarif Tiket tersebut berlaku untuk masuk-keluar kedua pulau itu selama setahun.
Table of Contents
Jika Harga Tiket TNK Naik, Ini Itinerary Alternatif Melihat Komodo
Sampai hari ini (18/7) beberapa pesan WhatsApp yang masuk ke akun IndonesiaJuara banyak yang mempertanyakan kepastian kenaikan harga tiket TNK. Kenaikan biaya tersebut secara tidak langsung mempengaruhi keputusan berlibur mereka ke Labuan Bajo, Komodo.
Namun jangan khawatir. Untuk Anda yang sedang merencanakan liburan atau ingin ikut Open Trip Labuan Bajo, kami menyiapkan itinerary alternatif sebagai destinasi wisata pengganti.
Jika biaya tiket masuk ke Taman Nasional Komodo naik, kami bisa mengajak Anda untuk melihat komodo tanpa harus membayar Rp3,75 juta.
Menurut berita yang beredar, kenaikan harga tiket TNK hanya berlaku saat wisatawan ingin mengunjungi destinasi: Pulau Padar dan Pantai Pink (Pink Beach).
Alternatif yang paling mendekati untuk melihat habitat komodo adalah di Pulau Rinca. Wisatawan dapat mengunjungi Pulau Rinca dengan tiket masuk sekitar Rp200.000 untuk WNI dan Rp500.000 untuk WNA, dimana ada sekitar 1.376 ekor komodo di pulau indah itu.
Alternatif Pulau Padar adalah pulau Gili Laba atau sebutan lainnya Gili Lawa, dan Pink Beach juga dapat Anda temui di garis pantai lainnya di sekitar Pulau Komodo.
Baca juga: 10 Destinasi Wisata Labuan Bajo Terpopuler, Berburu Spot Foto Instagramable Hits
Dalih Konservasi pada Kenaikan Harga Tiket TNK
Harga Tiket Masuk Taman Nasional Komodo (TNK) dikabarkan akan naik menjadi 3,75 juta mulai tanggal 1 Agustus 2022. Namun, kenaikan harga tiket masuk TNK dianggap kurang memihak masyarakat lokal yang sebagian besar menggantungkan perekonomian di sektor pariwisata.
Meski Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyatakan pemberlakuan tarif baru itu sebatas wacana, dampaknya mulai terlihat.
Dikutip dari Tempo, Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Manggarai Barat menyebut, setidaknya 100 turis membatalkan kunjungan ke Taman Nasional Komodo pada Agustus mendatang. Pengurus Himpunan Pramuwisata Indonesia Manggarai Barat pun mengaku kewalahan menerima keluhan anggotanya yang terancam kehilangan pendapatan.
Dalih pemerintah, tiket sebesar Rp 3.750.000 per orang per tahun itu merupakan biaya kontribusi konservasi dengan bertujuan melindungi dan memelihara komodo.
Padahal, jika untuk konservasi komodo, mengapa hanya diberlakukan di Pulau Komodo dan Pulau Padar?
Di Pulau Rinca populasi komodo sekitar 1.376 individu. Apakah komodo di Pulau Rinca tidak masuk dalam program konservasi?
Dalih lainnya dengan biaya masuk yang tinggi, akan membatasi jumlah turis.
Kali ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menggunakan kajian ilmiah untuk menguatkan bahwa banyak turis mengubah perilaku komodo.
Beberapa pihak juga mempertanyakan, mengapa membatasi jumlah pengunjung TNK tidak dilakukan dengan sistem kuota harian atau sistem tiket elektronik?
Selaras dengan aspirasi masyarakat lokal, anggota Komisi IV DPR RI, Yohanis Fransiskus Lema, mengkritisi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai penjaga konservasi Indonesia.
Dikutip dari Sindonews, Ansy Lema mempertanyakan kajian studi Daya Dukung Daya Tampung Wisata (DDDTW) yang merekomendasikan pembatasan, namun mengapa di saat bersamaan KLHK memberikan izin salah satu perusahaan BUMD sebagai pengelola tunggal.
Menurut Ansy, ada dua kejanggalan. Pertama, pembatasan pengunjung tetapi membuka usulan paket wisata bernama Experimentalist Valuing Environment (EVE) ke Pulau Komodo.
Usulan paket wisata EVE dikelola oleh salah satu BUMD. Biaya paket wisata EVE adalah Rp15 juta per paket dengan usulan alokasi:
- Rp2 juta Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) ke pemerintah, khususnya Balai TN Komodo;
- Rp200.000 Pendapatan Asli Daerah (PAD) ke Pemprov dan Pemkab;
- Rp100.000 biaya asuransi;
- Rp7,1 juta dana konservasi;
- Rp5,435 juta fee (upah) perusahaan BUMD tersebut;
- Rp165.000 biaya pajak.
“Mengapa tiba-tiba ada usulan paket wisata, padahal pemerintah ingin membatasi kuota pengunjung? Di sisi lain, pemerintah pusat terkesan mengutamakan perusahaan BUMD tersebut. Tugas pemerintah adalah membuat regulasi, tetapi mengapa kemudian ingin bermain dalam ranah penyedia jasa tur ke Pulau Komodo dan Padar? Berikan kesempatan pada warga lokal untuk ikut partisipasi dalam menyediakan jasa tur. Jangan sampai pembatasan pengunjung dijadikan alasan untuk memberikan konsesi bisnis, bahkan monopoli bisnis kepada perusahaan tertentu,” tegas Ansy.
Pertanyaan-pertanyaan ini menunjukkan konservasi mungkin hanya dalih saja untuk menerapkan wisata komodo premium. Apalagi dalih konservasi ini tidak melibatkan masyarakat lokal.
Padahal konservasi yang tak mengabaikan ekonomi seharusnya dikerjakan bersama masyarakat.