Jika kamu tertarik dengan budaya Indonesia yang kaya, mengenal kain songke adalah langkah yang tepat. Kain songke adalah kain tenun tradisional khas Labuan Bajo, yang tidak hanya memikat secara visual, tetapi juga sarat dengan makna filosofi yang mendalam. Kain ini bukan sekadar tekstil, dengan motif-motif penuh cerita dan warna hitam yang agung, kain ini menjadi simbol identitas masyarakat Manggarai. Dari upacara adat hingga kehidupan sehari-hari, kain songke menyimpan kisah yang menarik.
Tertarik mengetahuinya lebih dalam? Artikel ini akan membantu kamu untuk mengetahui lebih dalam mengenai sejarah, makna filosofi, serta proses pembuatan kain songke yang penuh dengan nilai budaya. Jadi, baca artikel ini sampai selesai ya!
Table of Contents
Apa itu Kain Songke Khas Labuan Bajo?
Kain Songke adalah kain tradisional yang berasal dari Labuan Bajo, lebih tepatnya dari komunitas Manggarai di Pulau Flores, Indonesia. Kain ini memiliki kekayaan budaya yang mendalam dan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat Manggarai. Dikenal dengan motif yang rumit dan desain yang penuh makna, kain songke bukan hanya sekadar tekstil, tetapi juga simbol dari kehidupan, alam, dan spiritualitas.
Kain ini terbuat dari kapas lokal yang dipintal dan diwarnai secara manual menggunakan pewarna alami seperti indigo untuk warna hitam dan kunyit untuk warna kuning. Selain digunakan dalam acara adat, kain songke juga memiliki peran sosial penting, menjadi simbol status dalam masyarakat Manggarai. Untuk banyak wanita di Labuan Bajo, pembuatan kain songke juga menjadi mata pencaharian yang penting, terutama dalam kerajinan tangan yang diwariskan turun-temurun.
Tak hanya itu saja, bagi banyak wanita di Labuan Bajo, pembuatan kain songke bukan hanya sekadar tradisi. Kain ini juga merupakan mata pencaharian yang penting, diteruskan dari generasi ke generasi.
Asal Usul Kain Khas Labuan Bajo
Kain Songke memiliki akar sejarah yang panjang, dimulai pada abad ke-17, ketika ada pertukaran budaya antara Manggarai dan Kesultanan Gowa. Pada periode ini, kain songke mulai digunakan oleh kalangan bangsawan (kraeng) di Manggarai sebagai simbol status dan kekayaan. Motif-motif yang ada dalam kain songke mengandung filosofi hidup yang berkaitan dengan alam, leluhur, dan kehidupan sosial.
Seiring berjalannya waktu, kain songke tidak hanya terbatas pada kalangan bangsawan, tetapi juga diterima luas di masyarakat Manggarai. Pada era modern, kain songke semakin mendapat pengakuan internasional. Salah satu contohnya adalah penggunaan kain songke pada KTT ASEAN 2023, yang menunjukkan betapa kain ini telah menjadi simbol kebanggaan budaya Bali dan Indonesia di dunia internasional.
Di tengah globalisasi dan kemajuan industri tekstil modern, kain songke tetap bertahan sebagai identitas budaya yang sangat dihargai, sekaligus berfungsi sebagai jembatan antara tradisi dan perkembangan zaman.
Baca juga: Jenis Kain Songke: Pilihan Oleh-Oleh Khas Labuan Bajo
Kain Songke dalam Kehidupan Sehari-hari dan Tradisi Labuan Bajo
Kain Songke memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Manggarai dan digunakan dalam berbagai upacara adat. Dalam upacara pernikahan, kain ini digunakan oleh mempelai sebagai simbol kesucian dan harapan akan kehidupan baru yang diberkati. Selain itu, kain songke juga digunakan dalam ritual penyambutan tamu dan upacara penyembuhan untuk mengusir roh jahat.
Selain dalam acara adat, kain songke juga digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak masyarakat Manggarai yang mengenakan kain ini dalam acara formal atau sebagai hadiah dalam momen penting seperti kelahiran atau perayaan. Kain songke memperkuat ikatan komunitas melalui proses gotong royong dalam pembuatan kain, di mana perempuan-perempuan di desa bekerja sama dalam menenun kain dengan keterampilan dan dedikasi tinggi.
Sebagai simbol status sosial, kain songke tidak hanya mencerminkan hubungan masyarakat dengan alam dan leluhur, tetapi juga menunjukkan pentingnya solidaritas dalam masyarakat Manggarai.
Proses Pembuatan Kain Songke: Dari Bahan hingga Hasil Akhir

Penenun Kain Songke | IndonesiaJuara Trip
Membuat kain songke adalah sebuah proses yang sangat rumit dan memerlukan keterampilan tinggi. Berikut adalah tahapan-tahapan yang dilakukan oleh para pengrajin untuk menghasilkan kain songke berkualitas tinggi:
- Pemilihan Bahan:
Kain songke terbuat dari kapas lokal yang dipintal menjadi benang. Bahan ini dipilih karena kualitasnya yang baik dan dapat menghasilkan tekstur kain yang kuat. Pewarna alami, seperti indigo untuk warna hitam dan kunyit untuk warna kuning, digunakan untuk memberi warna pada kain. - Pemintalan dan Pewarnaan:
Benang-benang kapas dipintal secara manual oleh pengrajin. Setelah itu, benang-benang tersebut diwarnai dengan teknik pewarnaan alami yang sudah diwariskan turun-temurun. Proses pewarnaan ini sangat penting untuk mendapatkan warna yang tahan lama dan menyatu dengan motif. - Proses Tenun:
Penenun menggunakan alat tenun tradisional yang disebut gedogan. Dengan alat ini, mereka menenun benang-benang yang telah dipintal dan diwarnai untuk membentuk pola-pola rumit yang menjadi ciri khas kain songke. - Penyelesaian:
Setelah proses penenunan selesai, kain songke disempurnakan secara manual untuk memastikan kualitasnya. Kain yang dihasilkan sangat halus dan kuat, siap untuk digunakan dalam berbagai upacara adat atau dijual sebagai produk seni. - Hanya Dikerjakan oleh Wanita:
Salah satu hal yang unik dari pembuatan kain songke ini adalah, seluruh proses dari awal hingga akhir hanya dikerjakan oleh perempuan. Hal ini dikarenakan, hanya anak-anak perempuan dari keluarga penenun yang diajarkan cara menenun kain songke ini sejak mereka masih anak-anak. hal ini menunjukan bahwa perempuan memiliki peranan besar dalam melestarikan warisan budaya ini.
Baca juga: 13 Oleh-Oleh Khas Labuan Bajo yang Wajib Dibeli Saat Berkunjung Ke Sana!
Makna Filosofis Dibalik Motif Kain Songke

Kain Songke | Indonesia Juara Trip
Setiap motif yang ada pada kain songke bukan hanya sekedar desain visual, tetapi masing-masing mengandung filosofi dan makna yang mendalam. Motif-motif tersebut menggambarkan pandangan hidup, harapan, dan hubungan masyarakat Manggarai dengan alam serta leluhur mereka. Berikut adalah beberapa motif utama pada kain songke beserta maknanya yang lebih mendalam:
1. Mata Manuk: Simbol Pengawasan dan Perlindungan
Motif Mata Manuk menggambarkan mata burung, yang memiliki makna simbolis yang sangat kuat dalam budaya Manggarai. Mata burung dianggap sebagai simbol pengawasan yang tajam dan perlindungan yang kuat. Dalam pandangan masyarakat Manggarai, burung memiliki kemampuan untuk melihat jauh ke depan dan memberikan perlindungan kepada mereka yang membutuhkan.
Makna filosofis dari motif ini adalah harapan akan kesejahteraan dan keselamatan bagi pemakainya. Mata manuk melambangkan pemantauan yang terus-menerus terhadap lingkungan sekitar, serta kemampuan untuk menghadapi berbagai tantangan dengan ketajaman pengamatan dan kebijaksanaan.
2. Ntala: Melambangkan Harmoni dan Keseimbangan Alam
Motif Ntala menggambarkan hubungan antara bumi dan langit, dua unsur penting yang saling bergantung untuk menciptakan kehidupan. Dalam filosofi Manggarai, bumi dan langit tidak bisa terpisahkan, keduanya bekerja bersama untuk menciptakan keseimbangan alam yang sempurna.
Makna filosofis dari motif ini adalah harmoni dan keseimbangan alam. Ntala mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam kehidupan, baik dalam hubungan manusia dengan alam maupun dalam hubungan antar sesama. Motif ini mencerminkan keyakinan masyarakat Manggarai bahwa keberlangsungan hidup bergantung pada kedamaian dan keseimbangan antara kekuatan alam yang ada.
3. Ranggong: Pertumbuhan dan Perubahan yang Terus Menerus
Motif Ranggong adalah gambaran dari kehidupan yang selalu berkembang. Dalam filosofi Manggarai, kehidupan tidak pernah berhenti dan selalu mengalami perubahan yang tak terhindarkan. Ranggong menggambarkan bentuk kehidupan yang terus berkembang dan melambangkan proses pertumbuhan yang tidak pernah berhenti.
Makna filosofis dari motif ini adalah bahwa hidup adalah sebuah proses yang terus berlanjut, penuh dengan perubahan yang membawa kemajuan dan pembaharuan. Motif Ranggong mengajarkan kita untuk menerima perubahan dan melihatnya sebagai kesempatan untuk tumbuh dan berkembang, meskipun terkadang menghadapi tantangan dan kesulitan.
4. Wela Runu: Kekuatan Alam dan Harmoni
Motif Wela Runu menggambarkan kekuatan alam yang tak terhingga dan pentingnya keharmonisan dalam hidup. Motif ini berhubungan dengan kekuatan alam yang menjaga keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari. Wela Runu mengajarkan pentingnya untuk menghormati dan menjaga hubungan dengan alam, karena kekuatan alam yang mengatur siklus hidup dan kematian.
Makna filosofis dari motif ini adalah keseimbangan dan kekuatan alam. Ia menggambarkan bagaimana manusia seharusnya hidup selaras dengan alam, memahami bahwa kekuatan alam bisa sangat besar namun juga sangat indah ketika berada dalam keseimbangan. Motif ini mengingatkan kita untuk selalu menjaga hubungan yang baik dengan alam.
5. Wela Kapu: Kebijaksanaan dan Keindahan Alam
Motif Wela Kapu melambangkan kebijaksanaan dan keindahan alam yang tak ternilai. Motif ini menggambarkan betapa dalamnya masyarakat Manggarai menghargai kebijaksanaan yang datang dari alam. Dalam tradisi Manggarai, alam dianggap sebagai sumber pengetahuan yang tak terbatas, dan kekuatan alam tidak hanya dilihat sebagai kekuatan fisik, tetapi juga sebagai sumber kebijaksanaan yang bisa dipelajari oleh manusia.
Makna filosofis dari motif ini adalah tentang menghargai kebijaksanaan alam dan mengapresiasi keindahan serta nilai yang terkandung di dalamnya. Wela Kapu mengajarkan kita untuk selalu rendah hati dan mencari kebijaksanaan dalam setiap aspek kehidupan, dari alam sekitar hingga pengalaman hidup sehari-hari.
6. Jabang: Kehidupan Baru dan Harapan
Motif Jabang melambangkan kehidupan baru dan kelahiran. Motif ini menggambarkan simbol harapan untuk masa depan yang lebih baik, sebuah tanda bahwa kehidupan terus berjalan dan selalu ada harapan untuk pertumbuhan yang positif. Dalam budaya Manggarai, kelahiran adalah momen yang sangat dihargai, simbol dari awal yang baru dan kesempatan untuk memulai kembali.
Makna filosofis dari motif ini adalah simbol kehidupan baru, kelahiran, dan harapan untuk masa depan yang lebih cerah. Motif Jabang mengajarkan kita untuk selalu melihat masa depan dengan optimisme, percaya bahwa setiap hari membawa kesempatan baru untuk berkembang dan mencapai sesuatu yang lebih baik.
7. Su’i: Keberanian dan Kekuatan dalam Menghadapi Tantangan
Motif Su’i menggambarkan keberanian dan kekuatan dalam menghadapi rintangan dan tantangan hidup. Su’i dianggap sebagai simbol kekuatan batin yang harus dimiliki oleh setiap individu dalam menghadapi kesulitan. Dalam budaya Manggarai, keberanian adalah salah satu kualitas terpenting, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi peristiwa besar.
Makna filosofis dari motif ini adalah tentang menghadapi segala tantangan dengan keberanian dan kekuatan. Su’i mengajarkan kita untuk tidak menyerah meskipun berada dalam kesulitan dan untuk terus berjuang demi mencapai tujuan kita.
8. Jok: Kesederhanaan dan Keseimbangan Hidup
Motif Jok adalah simbol dari kesederhanaan dan keseimbangan hidup. Dalam pandangan masyarakat Manggarai, hidup yang sederhana namun penuh dengan keseimbangan adalah tujuan yang ideal. Motif Jok mengajarkan pentingnya tidak berlebihan dalam segala hal dan menemukan kedamaian dalam kesederhanaan.
Makna filosofis dari motif ini adalah untuk hidup dengan seimbang, mengutamakan nilai-nilai dasar dan menghargai setiap hal kecil dalam hidup. Motif ini mengajarkan kita untuk tetap rendah hati, tidak membanggakan kekayaan atau status, dan untuk menemukan kebahagiaan dalam keseimbangan.
9. Congkar: Keberuntungan dan Kemakmuran
Motif Congkar melambangkan keberuntungan dan kemakmuran. Dalam budaya Manggarai, Congkar dianggap sebagai simbol dari harapan akan keberuntungan dalam hidup, terutama dalam hal rezeki dan kehidupan yang makmur. Congkar juga melambangkan kesempatan yang datang, yang bisa membawa perubahan positif dalam hidup seseorang.
Makna filosofis dari motif ini adalah simbol dari peluang dan harapan akan kehidupan yang lebih baik. Congkar mengajarkan kita untuk terbuka terhadap peluang dan mengharapkan kemakmuran yang datang dengan kerja keras dan keberuntungan.
Kenali Lebih Dalam Tentang Kain Songke Bersama IndonesiaJuara Trip!
Kain Songke adalah kain tradisional yang berasal dari Labuan Bajo, lebih tepatnya dari komunitas Manggarai di Pulau Flores, Indonesia. Kain ini memiliki kekayaan budaya yang mendalam dan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat Manggarai. Dikenal dengan motif yang rumit dan desain yang penuh makna, kain songke bukan hanya sekadar tekstil, tetapi juga simbol dari kehidupan, alam, dan spiritualitas.
Apakah kamu tertarik untuk mengenal kain songke lebih dalam? Kalau iya, kamu wajib ikut Open Trip Labuan Bajo bersama IndonesiaJuara Trip! Kamu, tidak hanya akan bisa melihat dan mengenal kain songke secara langsung tapi juga mengjungi berbagai spot cantik yang nggak akan kamu temuin di tempat lain!
Jadi, tunggu apa lagi? segera rencanakan perjalananmu ke Labuan Bajo bersama kami, dan kenali kain tenun langsung di daerah asalnya bersama IndonesiaJuara Trip!