Destinasi wisata di Sumba menawarkan wisata alam nan eksotis, juga wisata budaya yang unik dan kental. Cocok untuk kamu yang menyukai wisata petualangan penuh dengan tantangan.
Meski fasilitas dan infrastruktur masih terbilang minimalis, tak menyurutkan wisatawan untuk kembali datang. Terlebih lagi wisatawan mancanegara, yang memang menyukai pesona alam liar.
Saat musim hujan, sebaiknya hindari wisata Air Terjun atau Danau.
Pilihlah bandara kedatangan di Bandara Waikabubak, kota Tambolaka, Sumba Barat Daya, untuk wisata budaya, dan wisata alam hijau.
Curah hujan yang tinggi membuat bukit dan savana menghijau, terasa menyejukkan pandangan.
Musim hujan berlangsung pada Oktober hingga Maret, dimana berbagai festival budaya diadakan.
Jangan lupa membawa pakaian hangat atau tebal, juga pastikan jaket anti air atau jas hujan menyertai kemanapun Kamu pergi.
Berikut beberapa rekomendasi tempat wisata untuk menikmati keindahan pulau Sumba bagian barat pada musim hujan:
Table of Contents
Wisata Budaya di Sumba
Pulau Sumba memiliki banyak kampung adat yang tersebar di berbagai wilayah, Sumba Barat, Tengah, Timur, hingga Barat Daya. Berikut beberapa kampung adat di Sumba Barat:
1. Kampung Adat Ratenggaro
Kampung Adat Ratenggaro merupakan yang paling terkenal di Pulau Sumba. Kampung yang terletak di Desa Umbu Ngedo, Kabupaten Sumba Barat Daya ini memiliki rumah adat dengan tinggi atap berbeda.
Atap rumah yang tinggi menandakan kedudukan seseorang di masyarakat cukup tinggi. Bukan itu saja, Kampung Adat Ratenggaro merupakan kampung dengan kuburan batu zaman Megalitikum yang tertata rapi di sekitarnya.
Masyarakat Ratenggaro teguh memegang adat dan tradisi leluhur, salah satunya larangan bagi wisatawan memakai kain tenun desa lain ketika berkunjung.
Menariknya lagi, kampung ini terletak di pesisir dan cukup 5 menit untuk mencapai Pantai Ratenggaro. Jika cuaca cukup cerah, Kamu bisa bermain air dan menikmati indahnya pantai setelah berkeliling kampung.
Baca juga: Mengenal Desa Adat Ratenggaro, Sejarah Perang Suku Hingga Kuda Sandalwood
2. Kampung Tarung
Kampung Tarung berada di Kecamatan Wailiang, Kota Waikabubak, tidak jauh dari pusat kota. Meski terletak di dataran tinggi, tapi kampung ini mudah dijangkau. Rumah-rumah penduduk masih tradisional dan menghadap ke arah barat juga timur.
Uniknya, setiap rumah menggantung ornamen-ornamen seperti tanduk kerbau dan rahang babi sebagai pertanda status pemilik rumah. Banyaknya tanduk menunjukkan jumlah pesta yang sudah digelar, semakin tinggi pula status sosial pemilik rumah.
Kamu juga dapat melihat peninggalan zaman Megalitikum yang disimpan dengan baik, seperti kubur batu dengan arca, dolmen, dan menhir.
Masyarakat setempat pun begitu ramah, mereka akan dengan senang hati menjelaskan setiap jengkal kisah di Kampung Tarung.
3. Kampung Adat Praijing
Wisata Sumba Barat lainnya adalah Kampung Praijing, salah satu kampung adat yang cukup terkenal. Berlokasi di Desa Wailiang, Waikabubak, kampung ini berjarak 4 km dari Kampung Tarung, kamu bisa sekalian mampir jika belum lelah.
Kampung Praijing memiliki teras pandang dimana Kamu bisa melihat dan memotret seluruh kampung berlatar belakang bukit dan dipisahkan sebuah jalan.
4. Kampung Adat Praigoli
Kampung adat Praigoli dihuni suku Praigoli, sebuah suku pedalaman Sumba di wilayah Kecamatan Wanokaka. Lokasi kampung adat ini cukup jauh dari pusat kota, sehingga wisatawan harus menempuh perjalanan panjang.
Suku Praigoli memegang erat adat dan budaya tanpa terpengaruh modernisasi sedikitpun. Termasuk mata pencaharian penduduk yang bergantung pada alam sepenuhnya.
5. Kampung Adat Bodo Ede
Kampung Adat Bodo Ede terletak tidak jauh dari Kota Waikabubak, tepatnya di daerah Kecamatan Lolo. Kampung ini dijuluki Tadulla Bodo Ede Takoula Kadu Watu, yang artinya tempat berdirinya batu berbentuk manusia bertanduk.
Bisa juga berarti tempat berjaga yang tinggi. Kampung Bodo Ede didiami suku Wee Bole (Kabisu Wee Bole), bermata pencaharian penenun atau petani, dan dipimpin seorang Moto Lele.
Jika berkunjung ke sini, kamu akan melihat rumah adat dari kayu dan bambu, salah satu tradisi masyarakat yang masih dilestarikan.
6. Taman Nasional Manupeu Tanah Daru
Taman wisata Sumba Barat merupakan gabungan beberapa hutan, Hutan Lindung Manupeu (9.500 ha), Cagar Alam Langgaliru (24.750 ha).
Selanjutnya ada Hutan Produksi Terbatas Praingpalindi-Tanadaru (10.534 ha) dan Hutan Lindung Tanadaru-Praimamongutidas (43.750 ha).
Total luas Taman Nasional sekitar 88 ribu ha, dan berdiri di tiga kabupaten, Sumba Barat, Sumba Tengah dan Sumba Timur.
Dengan ketinggian berkisar 600 mdpl, taman ini menjadi rumah bagi flora dan fauna endemik (khas Pulau Sumba). Contohnya, cemara gunung, kesambi hingga kemiri, serta burung punai sumba, sikatan sumba, juga madu sumba.
Mengunjungi taman ini, kamu juga bisa melakukan wisata alam. Salah satunya adalah menikmati pemandangan lapangan hijau di tanah savana yang luas, dan dihiasi alang-alang di beberapa titik.
Kamu bisa melihat kawanan kuda liar yang tengah berlarian atau merumput di sini.
Lokasi wisata lainnya adalah Goa Kanawabulung, di desa Kambata Wundut, dengan stalaktit dan panorama alam yang indah.
Selain savana dan gua, ada dua air terjun di sini, yaitu Air Terjun Lapopu dan Air Terjun Matayangu. Sayangnya, selama musim hujan air terjun akan keruh, sehingga tidak begitu disarankan untuk berkunjung ke sana.
7. Festival Wulla Poddu
Festival Wulla Poddu (Bulan Pahit), dilakukan pada awal Oktober hingga akhir November, oleh hampir semua kampung adat di Sumba Barat.
Prosesi dilakukan sejak pagi hari, dimulai dengan rangkaian pengisahan cerita leluhur nenek moyang orang Sumba. Selanjutnya pusaka tombak adat dibawa orang-orang pilihan di atas bebatuan kubur megalitik, dan penari-penari menari dengan tombak dan parang terhunus.
Acara dilanjutkan dengan berburu babi hutan, dimana hasil buruan pertama menjadi indikator keberhasilan panen. Acara lainnya adanya prosesi sunatan bagi remaja laki-laki.
Para remaja ini lalu diasingkan ke alam liar selama beberapa hari agar mandiri dan mampu berproses menjadi dewasa. Jelang berakhirnya festival, ketika matahari tenggelam, tetua adat melantunkan syair mengenai pencipta, alam semesta juga manusia.
8. Festival Pasola
Sedangkan di Bulan Februari atau Maret, ada festival Pasola yang sudah tak asing lagi bagi wisatawan mancanegara juga lokal.
Tidak ada lokasi pasti untuk festival ini, karena setiap tahun dilakukan di kecamatan berbeda di Sumba Barat.
Festival Pasola merupakan tradisi perang masyarakat adat antar kampung dengan menunggang kuda dan menyerang lawan menggunakan lembing kayu tumpul.
Festival ini menampilkan adu ketangkasan, semakin banyak darah ksatria yang keluar saat Pasola, dipercaya akan membawa panen berlimpah.
Pasola adalah puncak rangkaian tradisi Nate atau Nyale, pemujaan dan persembahan masyarakat tradisional aliran kepercayaan Marapu (agama masyarakat asli Sumba).
Nah, itu dia beberapa desa adat yang memiliki ciri khasnya masing-masing di Sumba. Mungkin kamu semakin tertarik untuk berlibur di Sumba?
Beberapa destinasi desa seperti Ratenggaro, sudah masuk di dalam paket itinerary Open Trip Sumba ataupun Private Trip Sumba di IndonesiaJuara. Cek disini.